Elizabeth Jorgensen adalah seorang penulis, penyair, dan guru. Ia menerima gelar sarjana dari Universitas Marquette (Milwaukee, Wisconsin) dan gelar master dari Universitas Carroll (Waukesha, Wisconsin). Ia sangat menyukai puisi sijo, sebuah bentuk puisi tradisional khas Korea yang muncul sejak Dinasti Goryeo dan terkenal dengan strukturnya yang ketat: tiga baris per bait dengan total 44–46 suku kata. Puisi ini sering dinyanyikan dan mirip dengan lirik lagu rakyat.
Elizabeth pertama kali mengenal sijo melalui Sejong Cultural Society, sebuah organisasi nirlaba yang didirikan di Chicago, Illinois, sejak tahun 2004 dan memiliki misi untuk meningkatkan kesadaran serta pemahaman tentang warisan budaya Korea di kalangan masyarakat Amerika Serikat dengan menjangkau generasi muda melalui seni kreatif dan seni rupa kontemporer.

Berkat ketertarikannya terhadap sijo, pelajaran sijo Elizabeth telah diunggah di Sejong Cultural Society sebagai contoh pengajaran puisi. Salah satu prestasi yang pernah ia raih adalah menjadi juara kedua dalam Kontes Sijo Wisconsin pada tahun 2020.
Hingga kini, Elizabeth masih aktif mengisi lokakarya secara daring di Sejong Cultural Society dan membagikan ilmunya dalam membuat puisi sijo. Tertarik untuk mengenal Elizabeth dan mengetahui pandangannya tentang puisi sijo, penulis melakukan wawancara dengannya pada tanggal 10 Desember 2025 melalui surel.
Apa yang awalnya memicu minat Anda pada puisi sijo?
Minat saya terhadap puisi sijo awalnya muncul karena kompetisi sijo yang diselenggarakan oleh Sejong Cultural Society. Saat itu, saya ingin berbagi kompetisi ini dengan siswa kelas bahasa Inggris tingkat SMA yang saya ajar untuk mendorong mereka menulis dan mencoba bentuk puisi yang baru. Minat saya semakin meningkat ketika saya menyadari betapa singkatnya bentuk puisi ini dan bagaimana saya dapat dengan mudah mengintegrasikannya ke dalam kurikulum saya. Selain itu, saya mengetahui bahwa ternyata siswa saya sangat menikmati bentuk puisi ini dan ingin menulis lebih banyak puisi sijo. Tentu saja, ketika siswa saya berhasil dalam kompetisi, hal ini membangun minat tidak hanya di kelas saya, tetapi juga di seluruh komunitas sekolah saya.

Bagaimana pemahaman Anda tentang sijo berkembang seiring Anda terus belajar dan menulisnya?
Saya telah belajar banyak tentang sejarah sijo dari David McCann dan Mark Peterson. Setelah membaca begitu banyak sijo, saya juga menemukan bahwa kemungkinan dalam bentuk ini tidak terbatas. Saya senang bermain-main dengan ide-ide baru dan mencoba berbagai perangkat gaya dalam sijo saya sendiri. Saya juga menikmati sijo yang berbeda atau tidak terduga, yang mengejutkan saya dengan cara tertentu.
Bagaimana proses Anda biasanya dalam menulis sijo, dari ide hingga puisi selesai?
Saya sering menggunakan apa yang terjadi dalam hidup saya sebagai inspirasi. Saya akan menulis kalimat lengkap dan kemudian mengedit atau menyempurnakan puisi untuk mendapatkan jumlah suku kata yang tepat. Selanjutnya, saya akan berbagi draf dengan rekan penulis saya untuk mendapatkan umpan balik. Saya terus memikirkan, mengutak-atik, dan mencoba berbagai draf atau iterasi hingga menemukan yang saya sukai.

Menurut Anda, apa yang membuat sijo unik dibandingkan dengan tradisi puisi lainnya?
Yang membuat sijo berbeda adalah sentuhan uniknya, tetapi juga struktur pengelompokan suku katanya. Sijo memiliki ritme suku kata (sering dianggap sekitar 14–16 suku kata per baris), tetapi tidak memiliki metrum yang kaku seperti soneta. Hal ini memberi penulis struktur sekaligus ruang untuk suara, nada, dan bahasa modern. Sijo berasal sebagai bentuk yang dimaksudkan untuk ditampilkan, yang memberikan kualitas musikal, percakapan, dan seperti lagu. Bahkan di atas halaman, sijo yang baik memiliki irama yang terasa intim dan langsung, serta sangat puitis. Sijo juga sangat cocok dengan siswa saya; mereka menghargai bentuk dan strukturnya, tetapi juga kemampuan untuk menulis tentang apa pun yang mereka inginkan.
Bagaimana menurut Anda sijo dapat menarik perhatian audiens global saat ini?
Sijo tentu dapat menarik minat dunia karena menawarkan bentuk puisi yang terasa kuno sekaligus kontemporer, disiplin sekaligus fleksibel. Sijo mampu menampung kompleksitas dunia yang saling terhubung tanpa membutuhkan banyak kata.
Menurut Anda, peran apa yang dapat dijalankan oleh orang asing dalam mempromosikan atau memperluas sijo secara internasional?
Sejong Cultural Society memiliki kompetisi sijo internasional yang mempromosikan dan memperluas sijo secara global; saya rasa ini adalah salah satunya. Saya berharap semua orang dapat mencoba bentuk puisi ini dan mengirimkan karya mereka ke kompetisi tersebut.

Apa kegiatan yang Anda lakukan saat ini yang berkaitan dengan sijo?
Saya menawarkan lokakarya sijo untuk guru dan penyair. Informasi lebih lanjut dapat ditemukan di sini:
https://www.sejongculturalsociety.org/sijo/online.php
Saya juga senang berpartisipasi dalam klub buku ini:
https://www.sejongculturalsociety.org/bookclub/index.php
Saran apa yang ingin Anda berikan kepada mereka yang ingin mencoba menulis sijo?
Mulailah saja! Dan nikmati prosesnya. Jangan menekan diri sendiri. Membuat karya seni dan puisi seharusnya menyenangkan. Ketika Anda siap untuk memulai draf, tulislah dengan hati-hati dan penuh kesadaran, serta percayalah bahwa emosi adalah bagian terpenting dari puisi tersebut. Anda ingin pembaca merasakan sesuatu; jadi, apa pun emosi yang ingin Anda sampaikan, lakukan saja.
How about this article?
- Like5
- Support0
- Amazing0
- Sad0
- Curious0
- Insightful0