
Pergerakan Kemerdekaan 1 Maret atau yang dikenal dengan istilah sam-il undong, merupakan peristiwa penting dalam sejarah Korea yang terjadi pada 1 Maret 1919. Gerakan ini merupakan sikap perlawanan rakyat Korea terhadap kolonial Jepang yang ingin menguasai Korea pada saat itu. Pergerakan ini terjadi secara besar-besaran di seluruh penjuru Korea, dimana rakyat Korea memprotes kolonialisme dan menuntut kemerdekaan Korea.

Salah satu kawasan yang terkenal untuk mengenal tentang sejarah pergerakan 1 Maret ini adalah kota Daegu. Menulusuri gang Jung-gu Daegu rute 2, penulis mengunjungi beberapa tempat bersejarah sekaligus mengenal 2 tokoh yang terkenal dalam peristiwa ini, yaitu Lee Sang-hwa dan Seo Sang-don.

Perjalanan dimulai dari Dongsan Missionary Houses, lalu berlanjut menulusuri ‘March 1st Independence Movement Road’, Gereja Katolik Gyesan, Rumah Tua Lee Sang-hwa dan Seo Sang-don, dan Pusat Pengalaman Budaya Modern Gyesan Yega.
Lee Sang-hwa (1901-1943)

Lee Sang-hwa merupakan seorang penyair representatif Perlawanan Nasional pada tahun 1920-an yang membangkitkan semangat nasional dan perlawanan terhadap kolonial Jepang dengan puisi yang berjudul “Apakah Musim Semi Datang ke Tanah yang Dirampas?”. Puisi ini memiliki makna yang dalam, mengungkapkan kesedihan dan harapan akan pembebasan selama masa okupasi kolonial Jepang di Korea.

Lee Sang-hwa lahir pada tanggal 9 Mei 1901 dari sebuah keluarga terpandang di Daegu. Pada usia 7 tahun, ayahnya meninggal dunia. Lalu ia dididik oleh pamannya yang bernama Lee Il-woo di asrama keluarga ‘Woohyun Seoru’, dan masuk ke sekolah Gyeongseong Joongang pada usia 15 tahun.
Paman Lee Il-woo merupakan seorang kapitais nasional yang mengoperasikan ‘Woohyun Seoru’ serta menyediakan tempat tinggal bagi muri-muridnya untuk melatih patriot nasional secara sukarela.

Pada tahun 1920-an, Lee Sang-hwa dengan berani melepaskan diri dari tren sastra yang didatangkan dari Jepang seperti romantisme, simbolisme, dan dekadensi. Lee Sang-ha memusatkan pandangannya terhadap realitas bangsa, melahirkan puisi perlawanan yang mengungkapkan penderitaan bangsa. Diterbitkan dalam ‘Gaebyeok No.70’ pada tahun 1926, “Apakah Musim Semi Datang ke Tanah yang Dirampas?” merupakan karya yang mengekspresikan kesadaran nasional anti-Jepang, dengan alur penderitaan karena tidak dapat melawan, kesedihan mendalam atas perilaku orang-orang kolonial, dan rasa yang kuat untuk menentang peraturan kolonial Jepang.
Pada tanggal 25 April 1943, Lee sang-hwa meninggal akibat kanker perut. Untuk menghormati dan mempublikasi semangat Lee Sang-hwa, Rumah Tua Lee Sang-hwa dilestarikan pada tahun 2002 oleh warga Daegu, dan dibuka untuk umum pada 12 Agustus 2008.
Seo Sang-don (1850-1913)
Seo Sang-don merupakan seorang nasionalis yang memiliki impian memulihkan kedaulatan nasional. Pada tahun 1906, pemerintah Kekaisaran Jepang meminjamkan utang yang tidak diinginkan kepada Kerajaan Korea (the Greater Korean Empire). Akibatnya, pemerintah Korea terbebani utang sebesar 13 juta won.

Seo Sang-don menyadari bahwa pemerintah Korea tidak dapat pulig tanpa membayar kembali utang nasional ini. Oleh karena itu, pada tahun 1907, Seo Sang-don mengusulkan alasan utama untuk memulihkan kedaulatan nasional dengan membayar kembali utang nasional ini. Awalnya, kampanye ini tidak terlalu diperhatikan namun dengan cepat menjadi kampanye besar skala nasional.

Pada tahun 1885, Seo Sang-don menjadi seorang saudagar kaya di Daegu. Ia juga merupakan tokoh penting yang berpersan dalam mempromosikan agama Katolik di Daegu melalui pendirian Katedral Gyesan dan lainnya. Ia juga mendukung pendidikan bisnis dengan mendirikan yayasan Haeseongjae, yaitu sekolah mebaca bahasa Mandarin.
Walaupun kampanye ini berakhir dengan kegagalan, namun perjuangan ini memiliki nilai yang berarti dalam sejarah dan merupakan contoh gerakan sosial sukarela yang mempersatukan bangsa untuk memulihkan kedaulatan nasional. Pada tanggal 31 Oktober 2017, “Catatan Kampanye Pembayaran Utang Nasional”, bagaimana kampanye ini dimulai, berkembang, hingga berkahir, telah didaftarkan sebagai Warisan Catatan Dunia UNESCO.
Mengenal tokoh Lee Sang-hwa dan Seo Sang-don dalam sejarah Pergerakan 1 Maret memberi penulis kesan yang mendalam tentang semangat perlawanan dan pengorbanan mereka untuk kemerdekaan dan kedaulatan Korea. Melalui kedua tokoh ini, dapat dilihat perjuangan melawan kolonial Jepang pada saat itu membutuhkan keberanian, kesatuan, dan cinta yang tulus pada tanah air.
How about this article?
- Like2
- Support0
- Amazing0
- Sad0
- Curious0
- Insightful0